CATATAN KAKI (FOOTNOTE) DAN DAFTAR PUSTAKA
Nama
kelompok:
- Ammar
antaain Ikhrom
- Ravri rahma
praditya
- Rof Boys Saroha Simamora
- Rio Indra
- Rudy
Haryanto
- Yusuf
Wijayanto
Kutipan,
Catatan Kaki, Catatan Tubuh
a. Kutipan
Kutipan
adalah pinjaman kalimat atau pendapat dari seorang penulis, baik yang terdapat
dalam buku, majalah, koran, dan sumber lainnya, ataupun berasal dari ucapan
seorang tokoh. Kutipan digunakan untuk mendukung argumentasi penulis.
Namun,
penulis jangan sampai menyusun tulisan yang hanya berisi kumpulan kutipan.
Kerangka karangan, kesimpulan, dan ide dasar harus tetap pendapat penulis
pribadi, kutipan berfungsi untuk menunjang/mendukung pendapat tersebut. Selain
itu, seorang penulis sebaiknya tidak melakukan pengutipan yang terlalu panjang,
misalkan sampai satu halaman atau lebih, hingga pembaca lupa bahwa apa yang
dibacanya adalah kutipan. Kutipan dilakukan seperlunya saja sehingga tidak
merusak alur tulisan.
Kutipan juga
bisa diambil dari pernyataan lisan dalam sebuah wawancara, ceramah, ataupun
pidato. Namun, kutipan dari pernyataan lisan ini harus dikonfirmasikan dulu
kepada narasumbernya sebelum dicantumkan dalam tulisan.
Terdapat dua
jenis kutipan:
a. Kutipan langsung, apabila penulis mengambil
pendapat orang lain secara lengkap kata demi kata, kalimat demi kalimat, sesuai
teks asli, tidak mengadakan perubahan sama sekali.
b. Kutipan tidak langsung, apabila penulis
mengambil pendapat orang lain dengan menguraikan inti sari pendapat tersebut,
susunan kalimat sesuai dengan gaya bahasa penulis sendiri.
b. Sumber Kutipan (Referensi)
Salah satu
karakter utama tulisan ilmiah adalah referensial, menunjukkan bahwa
argumen-argumen yang diajukan dilandasi oleh teori atau konsep tertentu,
sekaligus menunjukkan kejujuran intelektual dengan mencantumkan sumber kutipan
(referensi) yang digunakan. Dalam praktik penulisan, setiap kali penulis
mengutip pendapat orang lain, baik dari buku, majalah, ataupun wawancara,
setelah kutipan itu harus dicantumkan sumber kutipan (buku, majalah, atau
koran) yang digunakan.
Secara
mendasar, pencantuman sumber kutipan ini mempunyai fungsi sebagai:
1. Menyusun pembuktian (etika kejujuran dan
keterbukaan ilmiah).
2. Menyatakan penghargaan kepada penulis yang
dikutip (etika hak cipta intelektual).
Terdapat dua
model pencantuman referensi:
a. Catatan tubuh (bodynote), dilakukan ketika
penulis mencantumkan sumber kutipan langsung setelah selesainya sebuah kutipan
dengan menggunakan tanda kurung.
b. Catatan kaki (footnote), dilakukan apabila
penulis mencantumkan nomor indeks di akhir sebuah kutipan, lalu di bagian bawah
halaman tersebut (bagian kaki halaman) terdapat keterangan nomor indeks yang
menjelaskan sumber kutipan tersebut.
Sebuah
tulisan ilmiah harus menggunakan salah satu jenis penulisan referensi tersebut,
serta harus konsisten dengan jenis tersebut. Artinya, ketika sebuah tulisan
menggunakan bodynote, maka seluruh referensi dari awal hingga akhir tulisan
harus menggunakan bodynote. Atau, jika seorang penulis menggunakan catatan
kaki, sejak awal hingga akhir tulisan, penulis harus menggunakan catatan kaki
untuk menuliskan referensinya.
c. Teknik Menggunakan Catatan Kaki
Catatan kaki
mempunyai kelebihan dibandingkan dengan catatan tubuh, yaitu:
1). Catatan kaki mampu menunjukkan sumber
referensi dengan lebih lengkap. Dalam cacatan tubuh, yang ditampilkan hanya
nama pengarang, tahun terbit buku, serta halaman buku yang dikutip. Dalam
catatan kaki, nama pengarang, judul buku, tahun terbit, nama penerbit, dan
halaman dapat dicantumkan semua. Hal ini tentu mempermudah penelusuran bagi
pembaca.
2). Selain sebagai penunjukan referensi, catatan
kaki dapat berfungsi untuk memberikan catatan penjelas yang diperlukan. Hal ini
tentu tidak dapat dilakukan dengan catatan tubuh.
3). Catatan kaki dapat digunakan untuk merujuk
bagian lain dari sebuah tulisan.
Berdasarkan
kelebihannya tersebut, catatan kaki bisa berisi:
1). Penunjukan sumber kutipan (referensi).
2). Catatan penjelas.
3). Penunjukan sumber kutipan sekaligus catatan
penjelas.
Prinsip-prinsip
dalam menuliskan catatan kaki:
1) Catatan kaki dicantumkan di bagian bawah
halaman, dipisahkan dengan naskah skripsi oleh sebuah garis. Pemisahan ini akan
otomatis dilakukan oleh program Microsoft Word dengan cara mengklik insert,
kemudian reference, kemudian footnote.
2) Nomor cacatan kaki ditulis secara urut pada
tiap bab, mulai dari nomor satu. Artinya, cacatan kaki pertama di tiap awal bab
menggunakan nomor satu, begitu seterusnya.
3) Catatan kaki ditulis dengan satu spasi.
4) Pilihan huruf dalam catatan kaki harus sama
dengan pilihan huruf dalam naskah skripsi, hanya ukurannya lebih kecil, yaitu:
- Times New Roman (size 10)
- Arial (size 9)
- Tahoma (size 9)
5) Baris pertama catatan kaki menjorok ke
dalam sebanyak tujuh karakter.
6) Judul buku dalam catatan kaki ditulis
miring (italic).
7) Nama pengarang dalam catatan kaki ditulis
lengkap dan tidak dibalik.
8) Catatan kaki bisa berisi keterangan
tambahan. Pertimbangan utama memberikan keterangan tambahan adalah: jika
keterangan tersebut ditempatkan dalam naskah (menyatu dengan naskah) akan
merusak alur tulisan atau naskah tersebut. Tidak ada batasan seberapa panjang
keterangan tambahan, asalkan proporsional.
Buku dengan
satu pengarang
Nama
pengarang, judul buku (kota penerbit: nama penerbit, tahun terbit), halaman.[1]
Buku dengan
dua atau tiga pengarang
Nama
pengarang 1, nama pengarang 2, nama pengarang 3, judul buku (kota penerbit:
nama penerbit, tahun terbit), halaman.[2]
Buku dengan
banyak pengarang
Nama
pengarang pertama, et al., judul buku (kota penerbit: nama penerbit, tahun
terbit), halaman.[3]
Perhatikan:
hanya nama pengarang pertama yang dicantumkan, nama-nama pengarang lainnya
diganti dengan singkatan et al.
Buku yang
telah direvisi
Nama
pengarang, judul buku (rev.ed.; kota penerbit: nama penerbit, tahun terbit),
halaman.[4]
Perhatikan:
singkatan rev.ed. menunjukkan bahwa buku tersebut telah mengalami revisi.
Buku yang
terdiri dua jilid atau lebih
Nama
pengarang, judul buku (nomor volume/jilid; kota penerbit: nama penerbit, tahun
terbit), halaman.[5]
Buku
terjemahan
Nama
pengarang asli, judul buku, terj. nama penerjemah (kota penerbit: nama
penerbit, tahun terbit), halaman.[6]
Perhatikan:
singkatan terj. menunjukkan bahwa buku tersebut telah diterjemahkan dan penulis
mengutip dari terjemahan tersebut.
Kamus
Nama
pengarang, judul kamus (kota penerbit: nama penerbit, tahun terbit),
halaman.[7]
Artikel dari
sebuah buku antologi
Nama
pengarang artikel, ”judul artikel,” judul buku, ed. nama editor (kota penerbit:
nama penerbit, tahun terbit), halaman.[8]
Perhatikan:
jika editor satu orang maka menggunakan singkatan ed., namun jika editor dua
orang atau lebih menggunakan singkatan eds.
Artikel dari
sebuah jurnal/majalah ilmiah
Nama
pengarang artikel, ”judul artikel,” nama jurnal/majalah ilmiah, edisi jurnal
(bulan terbit, tahun terbit), halaman.[9]
Artikel dari
koran/majalah
Nama
pengarang artikel, ”judul artikel,” nama media, tanggal terbit, tahun,
halaman.[10]
Berita
koran/majalah
”Judul
berita,” nama media, tanggal terbit, tahun, halaman.[11]
Skripsi/Tesis/Disertasi
yang belum diterbitkan
Nama
penulis, ”judul skripsi/tesis/disertasi,” (level karya, fakultas dan
universitas, nama kota, tahun terbit), halaman.[12]
Makalah
seminar yang tidak diterbitkan
Nama
penulis, ”judul makalah,” (forum penyampaian makalah, penyelenggara seminar,
nama kota, tanggal seminar, tahun).[13]
Dokumen yang
tidak diterbitkan
Lembaga yang
mengeluarkan dokumen, nama dokumen, (nama kota, tanggal dikeluarkan dokumen,
tahun).[14]
Artikel dari
internet
Nama
penulis, ”judul artikel,” alamat lengkap internet (tanggal akses).[15]
Jika artikel
di internet tidak mencantumkan nama penulis, maka langsung mengacu pada judul
artikel.[16]
Pernyataan
lisan
Nama
narasumber, jenis pernyataan (wawancara atau pidato), tanggal pernyataan
dilakukan.[17]
Referensi
dari sumber kedua
Keterangan
lengkap sumber pertama (sesuai dengan aturan catatan kaki), seperti dikutip
oleh keterangan lengkap sumber kedua (sesuai aturan catatan kaki).[18]
Perhatikan:
frase ”seperti dikutip oleh” menunjukkan bahwa penulis tidak membaca sumber
asal (pertama) kutipan, hanya membaca dari orang lain (sumber kedua) yang mengutip
sumber pertama.
d. Beberapa Singkatan Khusus dalam Catatan
Kaki
1) Ibid.
Singkatan
ini berasal dari bahasa latin ibidem yang berarti pada tempat yang sama.
Singkatan ini digunakan apabila referensi dalam catatan kaki nomor tersebut
sama dengan referensi pada nomor sebelumnya (tanpa diselingi catatan kaki
lain). Apabila halamannya sama, cukup ditulis Ibid., bila halamannya berbeda,
setelah Ibid. dituliskan nomor halamannya.
2) Op.Cit.
Singkatan
ini berasal dari bahasa latin opere citato yang berarti pada karya yang telah
dikutip. Singkatan ini digunakan apabila referensi dalam catatan kaki pada
nomor tersebut sama dengan referensi yang telah dikutip sebelumnya, namun
diselingi catatan kaki lain. Op.Cit. khusus digunakan bagi referensi yang berupa
buku.
3) Loc.Cit.
Singkatan
ini berasal dari bahasa latin loco citato yang berarti pada tempat yang telah
dikutip. Singkatan ini digunakan sama dengan Op.Cit., yaitu apabila referensi
dalam catatan kaki pada nomor tersebut sama dengan referensi yang telah dikutip
sebelumnya, namun diselingi catatan kaki lain. Namun, referensi yang diacu
Loc.Cit. bukan berupa buku, melainkan artikel, baik itu dari koran, majalah,
ensiklopedi, internet, atau lainnya.
Contoh
penggunaan:
1 Arthur Asa
Berger, Media Analysis Techniques, terj. Setio Budi (Yogyakarta: Penerbitan
Universitas Atma Jaya, 2000), hal. 45.
2 Ibid.
3 Ibid.,
hal. 55.
4 Dedy N.
Hidayat, "Paradigma dan Perkembangan Penelitian Komunikasi," Jurnal
Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, No.
2 (Oktober, 1998), hal. 25-26.
5 Ibid.,
hal. 28.
6 Arthur Asa Berger, Op.Cit., hal. 70.
7 Hubert L.
Dreyfus, Paul Rabinow, Beyond Structuralism and Hermeneutics (Chicago:
University of Chicago Press, 1982), hal. 72 - 76.
8 Francis
Fukuyama, “Benturan Islam dan Modernitas,” Koran Tempo, 22 November, 2001, hal.
45.
9 Robert
McChesney, “Rich Media Poor Democracy,”
www.thirdworldtraveler.com/Robert_McChesney_page.html (akses 16 Agustus 2006).
10 Arthur
Asa Berger, Op.Cit., hal. 96.
11 Ibid.,
hal. 99.
12 Ibid.
13 Dedy N.
Hidayat, Loc.Cit., hal. 22.
14 Francis
Fukuyama, Loc.Cit.
15 Hubert L.
Dreyfus, Paul Rabinow, Op.Cit., 58.
16 Dedy N.
Hidayat, Loc.Cit., hal. 21.
Cara
membaca:
- Catatan kaki nomor (2) menggunakan Ibid.,
karena sumber kutipannya sama persis dengan nomor (1) baik buku maupun
halamannya.
- Catatan kaki nomor (3) buku referensinya sama
dengan nomor (2), hanya saja beda halamannya.
- Catatan kaki nomor (5) referensinya sama
dengan nomor (4), hanya saja beda halamannya.
- Catatan kaki nomor (6), referensinya sama
dengan nomor (1), karena telah diselingi oleh catatan kaki lain, maka
menggunakan Op.Cit., serta menuliskan nama pengarang dan halaman.
- Catatan kaki nomor (10) referensinya sama
dengan nomor (1), karena telah diselingi oleh catatan kaki lain, maka
menggunakan Op.Cit.
- Catatan kaki nomor (11), referensinya sama
dengan catatan kaki sebelumnya, tanpa diselingi catatan kaki lain, yaitu nomor
(10), hanya saja beda halamannya.
- Catatan kaki nomor (12) referensinya sama
persis dengan nomor (11).
- Catatan kaki nomor (13) referensinya sama
dengan nomor (4), hanya beda halamannya, karena telah diselingi oleh catatan
kaki lain dan nomor (4) berbentuk artikel (bukan buku) maka menggunakan
Loc.Cit., serta menuliskan halamannya.
- Catatan kaki nomor (14) referensinya sama
persis, termasuk halamannya, dengan nomor (8), karena telah diselingi oleh
catatan kaki lain dan nomor (8) berbentuk artikel (bukan buku) maka menggunakan
Loc.Cit.
- Catatan kaki nomor (15) referensinya sama
dengan nomor (7), hanya beda halaman, karena telah diselingi oleh catatan kaki
lain dan nomor (7) berbentuk buku (bukan artikel) maka menggunakan Op.Cit.,
serta menuliskan halamannya.
- Catatan kaki nomor (16) referensinya sama dengan
nomor (4), hanya beda halamannya, karena telah diselingi oleh catatan kaki lain
dan nomor (4) berbentuk artikel (bukan buku) maka menggunakan Loc.Cit., serta
menuliskan halamannya
e. Teknik Menggunakan Catatan Tubuh
Kelebihan
catatan tubuh adalah kemudahan bagi pembaca dalam mengecek sumber sebuah
kutipan yang langsung terdapat sebelum atau setelah kutipan tersebut, tanpa
perlu berpindah ke bagian bawah halaman.
Prinsip-prinsip
dalam menuliskan catatan tubuh:
1). Catatan tubuh menyatu dengan naskah, hanya
ditandai dengan kurung buka dan kurung tutup.
2). Catatan tubuh memuat nama belakang penulis,
tahun terbit buku dan halaman yang dikutip. Contoh:
a). Nama penulis adalah Arthur Asa Berger, maka
cukup ditulis Berger.
b). Nama penulis Jalaluddin Rakhmat, maka cukup
ditulis Rakhmat.
3). Terdapat dua cara menuliskan catatan tubuh:
a). Nama penulis, tahun terbit dan halaman
berada dalam tanda kurung, ditempatkan setelah selesainya sebuah kutipan. Jika
kutipan ini merupakan akhir kalimat, maka tanda titik ditempatkan setelah
kurung tutup catatan tubuh. Contoh:
Di titik
inilah esensi hegemoni: hubungan di antara agen-agen utama yang menjadi alat
sosialisasi dan orientasi ideologis, yang berinteraksi, kumulatif, dan diterima
oleh masyarakat (Lull, 1995: 31-38).
b). Nama penulis menyatu dalam naskah tulisan,
tidak berada dalam tanda kurung, sementara tahun penerbitan dan halaman berada
dalam tanda kurung. Model ini biasanya ditempatkan sebelum sebuah kutipan.
Contoh:
Menurut Lull
(1995: 31-38), di titik inilah esensi hegemoni: hubungan di antara agen-agen
utama yang menjadi alat sosialisasi dan orientasi ideologis, yang berinteraksi,
kumulatif, dan diterima oleh masyarakat.
Buku dengan
satu pengarang
- ..... (Lull, 1995: 31 – 38).
- Menurut Lull (1995: 31 – 38), .....
Buku dengan
dua atau tiga pengarang
….. (Dreyfus dan Rabinow, 1982: 72 – 76).
Dreyfus dan Rabinow (1982: 72 – 76)
mengatakan …..
Buku dengan
banyak pengarang
- ...... (Ibrahim, et al., 1997: 52 – 54).
- ...... (Ibrahim, dkk., 1997: 52 – 54).
Buku yang
terdiri dua jilid atau lebih
- ..... (Lapidus, Vol.1, 1988: 131).
- Mengacu pada Lapidus (Vol.1, 1988: 131), …..
Buku
terjemahan
- ….. (Berger, terj., Setio Budi, 2000: 44 –
45).
- Berger (terj., Setio Budi, 2000: 44 – 45)
menandaskan .....
Artikel dari
sebuah buku antologi
- ..... (Alam, dalam Mastuhu dan Ridwan (eds.),
1998: 77).
- Menurut Alam (dalam Mastuhu dan Ridwan
(eds.), 1998: 77), .....
Perhatikan:
jika editor satu orang maka menggunakan singkatan ed., namun jika editor dua
orang atau lebih menggunakan singkatan eds.
Artikel dari
sebuah jurnal/majalah ilmiah
- ...... (Hidayat, Jurnal ISKI, No. 2, Oktober
1998: 25-26).
- Hidayat (Jurnal ISKI, No. 2, Oktober 1998: 25-26)
menyebut …..
Artikel dari
koran/majalah
- ..... (Fukuyama, Koran Tempo, 22 November
2001).
- Melandaskan argumen pada Fukuyama (Koran
Tempo, 22 November 2001), ......
Berita
koran/majalah
- ..... (Republika, 10 September 2002).
- Harian Republika (10 September 2002)
memberitakan .....
Skripsi/Tesis/Disertasi
yang belum diterbitkan
- ..... (Nazaruddin, Skripsi, 2004: 205).
- Menurut Nazaruddin (Skripsi, 2004: 205),
.....
Makalah
seminar yang tidak diterbitkan
- ..... (Nazaruddin, Makalah, 2007).
- Dalam makalahnya yang disampaikan dalam Temu
Ilmiah Nasional Komunikasi, Nazaruddin (2007) mengatakan, .....
Dokumen yang
tidak diterbitkan
- ..... (U.S. Department of Foreign Affairs,
1998).
- Dalam dokumen yang dikeluarkan U.S.
Department of Foreign Affairs (1998) disebutkan bahwa …..
Artikel dari
internet
- ….. (Chesney, www.thirdworldtraveler.com/
Robert_McChesney_ page.html, akses 15 Juni 2007).
- Mengutip Chesney
(www.thirdworldtraveler.com/Robert_ McChesney_page.html, akses 15 Juni 2007),
…..
Perhatikan:
alamat web yang dicantumkan adalah alamat lengkap, dengan cara copy-paste dari
address web secara langsung.
Pernyataan
lisan
- ….. (Samijan, wawancara, 11 November 2006).
- Dalam wawancara dengan penulis, Samijan (11
November 2006) mengatakan ……
Referensi
dari sumber kedua
- Menurut Marx (seperti dikutip Takwin, 2000:
44), ......
f. Penggunaan Kutipan dan Referensi
1). Kutipan langsung empat baris atau lebih
Prinsip-prinsip:
a). Kutipan dipisahkan dari teks.
b). Kutipan menjorok ke dalam lebih kurang
tujuh karakter. Bila awal kutipan adalah alinea baru, baris pertama kutipan
menjorok lagi ke dalam lebih kurang tujuh karakter.
c). Kutipan diketik dengan spasi satu.
d). Kutipan diawali dan diakhiri dengan tanda
kutip (boleh tidak).
e). Jika menggunakan catatan tubuh
(bodynote), maka cacatan tubuh dicantumkan setelah kutipan. Contoh:
Pertanyaannya
kemudian adalah bagaimana kelas berkuasa bekerja melalui ideologi untuk
melanggengkan dominasi mereka? Barangkali penting dikutip di sini bagaimana
Marx menjelaskan bekerjanya kelas berkuasa:
“Individu-individu
yang menyusun kelas yang berkuasa berkeinginan memiliki sesuatu/kesadaran dari
yang lainnya. Ketika mereka memegang peranan sebagai sebuah kelas dan
menentukan keseluruhannya dalam sebuah kurun waktu, hal tersebut adalah bukti
diri bahwa mereka melakukan tersebut dalam jangkauannya kepada yang lainnya,
memegang peranan sekaligus pula sebagai pemikir-pemikir, sebagai pemproduksi
ide serta mengatur produksi dan distribusi idenya pada masa tersebut.” (Berger,
2000: 44 – 45)
Dalam contoh
di atas, kalimat ”Pertanyaannya kemudian.....bekerjanya kelas berkuasa” adalah
naskah skripsi. Kalimat ”Individu-individu.....pada masa tersebut” adalah
kutipan langsung dari sebuah buku yang ditulis Arthur Asa Berger, diterbitkan
pada tahun 2000, dan kutipan berasal dari halaman 44-45 buku tersebut.
f). Jika menggunakan catatan kaki (footnote),
maka nomor indeks ditempatkan setelah kutipan, lalu di bagian bawah halaman
tersebut (bagian kaki halaman) terdapat keterangan nomor indeks yang
menjelaskan sumber kutipan tersebut. Contoh:
Pertanyaannya
kemudian adalah bagaimana kelas berkuasa bekerja melalui ideologi untuk
melanggengkan dominasi mereka? Barangkali penting dikutip di sini bagaimana
Marx menjelaskan bekerjanya kelas berkuasa:
“Individu-individu
yang menyusun kelas yang berkuasa berkeinginan memiliki sesuatu/kesadaran dari
yang lainnya. Ketika mereka memegang peranan sebagai sebuah kelas dan
menentukan keseluruhannya dalam sebuah kurun waktu, hal tersebut adalah bukti
diri bahwa mereka melakukan tersebut dalam jangkauannya kepada yang lainnya,
memegang peranan sekaligus pula sebagai pemikir-pemikir, sebagai pemproduksi
ide serta mengatur produksi dan distribusi idenya pada masa tersebut.” [19]
Dalam contoh
di atas, kalimat ”Pertanyaannya kemudian.....bekerjanya kelas berkuasa” adalah
naskah skripsi. Kalimat ”Individu-individu.....pada masa tersebut” adalah
kutipan. Catatan kaki dalam contoh ini bisa dilengkapi dengan keterangan
tambahan. [20]
2). Kutipan langsung kurang dari empat baris
Prinsip-prinsip:
a). Kutipan tidak dipisahkan dari teks
(menyatu dengan teks).
b). Kutipan harus diawali dan diakhiri dengan
tanda kutip.
c). Jika menggunakan catatan tubuh, contoh:
Bagi sebuah
kekuasaan resmi negara, salah satu representasi ideologi yang penting terwujud
dalam pidato dan pernyataan-pernyataan para penyelenggara kekuasaan negara
tersebut, secara khusus adalah seorang presiden ataupun raja yang berkuasa.
Hart (1967: 61) mengatakan: "The symbolic dimensions of politics
speech-making, for presidents, is a political act, the mechanism for wielding
power."
Dalam contoh
di atas, kalimat “Bagi sebuah kekuasaan ….. raja yang berkuasa” adalah naskah
skripsi. Kalimat “The symbolic ….. for wielding power” adalah kutipan dari buku
yang ditulis R.P. Hart, diterbitkan pada tahun 1967, dan kutipan berasal dari
halaman 61 buku tersebut.
d). Jika menggunakan catatan kaki, contoh:
Bagi sebuah
kekuasaan resmi negara, salah satu representasi ideologi yang penting terwujud
dalam pidato dan pernyataan-pernyataan para penyelenggara kekuasaan negara
tersebut, secara khusus adalah seorang presiden ataupun raja yang berkuasa.
Hart mengatakan: "The symbolic dimensions of politics speech-making, for
presidents, is a political act, the mechanism for wielding power." [21]
Dalam contoh
di atas, kalimat “Bagi sebuah kekuasaan ….. raja yang berkuasa” adalah naskah
skripsi. Kalimat “The symbolic ….. for wielding power” adalah kutipan. Catatan
kaki dalam contoh ini bisa dilengkapi dengan keterangan tambahan. [22]
3). Kutipan tidak langsung.
Prinsip-prinsip:
a). Kutipan tidak dipisahkan dari teks
(menyatu dengan teks).
b). Kutipan tidak boleh menggunakan tanda
kutip.
c). Jika menggunakan catatan tubuh, contoh:
Media
bukanlah sarana netral yang menampilkan berbagai ideologi dan kelompok apa
adanya, media adalah subjek yang lengkap dengan pandangan, kepentingan, serta
keberpihakan ideologisnya. Janet Woollacott dan David Barrat menegaskan
pandangan para teoritis Marxis bahwa ideologi yang dominanlah yang akan tampil
dalam pemberitaan (Wollacott, 1982: 109,
Barrat, 1994: 51-52). Media berpihak pada kelompok dominan, menyebarkan
ideologi mereka sekaligus mengontrol dan memarginalkan wacana dan ideologi
kelompok-kelompok lain.
Dalam contoh
di atas, pernyataan bahwa ”ideologi yang dominan yang akan tampil dalam
pemberitaan” adalah inti pendapat dari James Wollacott dan David Barrat yang
penulis sajikan dalam bahasa sendiri.
d). Jika menggunakan catatan kaki, contoh:
Media bukanlah sarana netral yang menampilkan
berbagai ideologi dan kelompok apa adanya, media adalah subjek yang lengkap
dengan pandangan, kepentingan, serta keberpihakan ideologisnya. Janet
Woollacott dan David Barrat menegaskan pandangan para teoritis Marxis bahwa
ideologi yang dominanlah yang akan tampil dalam pemberitaan.[23] Media berpihak
pada kelompok dominan, menyebarkan ideologi mereka sekaligus mengontrol dan
memarginalkan wacana dan ideologi kelompok-kelompok lain.
Dalam contoh
di atas, catatan kaki bisa dilengkapi dengan keterangan tambahan. [24]
7. Daftar Pustaka
Daftar
pustaka/bibliografi adalah daftar yang berisi buku, artikel, dokumen, dan
segenap kepustakaan lainnya yang digunakan dalam menyusun sebuah tulisan
ilmiah, ditempatkan di bagian terakhir (halaman terpisah/tersendiri) dari
tulisan ilmiah tersebut. Daftar pustaka atau bibliografi mutlak ada dalam
sebuah karya ilmiah, menunjukkan sifat referensial atas karya tersebut.
Bibliografi disusun secara alfabetis (Lampiran VI.3).
Unsur-unsur
dalam sebuah daftar pustaka:
ü Nama pengarang (ditulis secara terbalik).
ü Judul buku (termasuk judul tambahannya).
ü Data publikasi (tempat terbit, nama penerbit,
tahun terbit).
ü Nama pengarang artikel dan judul artikel
(untuk artikel).
ü Data publikasi media, untuk artikel di media
(nama media, tanggal terbit).
ü Alamat lengkap internet dan waktu akses
(untuk bahan dari internet).
Cara
penyusunan daftar pustaka:
Buku dengan
satu pengarang
Nama
pengarang (dibalik). Judul buku. Kota penerbit: nama penerbit, tahun terbit.
Barrat,
David. Media Sociology. London and New York: Routledge, 1994.
Buku dengan
dua atau tiga pengarang
Nama
pengarang 1 (dibalik), nama pengarang 2 (tidak dibalik), nama pengarang 3
(tidak dibalik). Judul buku. Kota penerbit: nama penerbit, tahun terbit.
Dreyfus,
Hubert L., Paul Rabinow. Beyond Structuralism and Hermeneutics. Chicago:
University of Chicago Press, 1982.
Buku dengan
banyak pengarang
Nama
pengarang 1 (dibalik), et.al. Judul buku. Kota penerbit: nama penerbit, tahun
terbit.
Ibrahim, Idi
Subandi, et.al. Hegemoni Budaya. Yogyakarta: Bentang, 1997.
Buku yang
telah direvisi
Nama
pengarang (dibalik). Judul buku. Rev.ed. Kota penerbit: nama penerbit, tahun terbit.
Rakhmat,
Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Rev.ed. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003.
Buku yang
terdiri dua jilid atau lebih
Nama
pengarang (dibalik). Judul buku. Volume/Jilid. Kota penerbit: nama penerbit,
tahun terbit.
Lapidus, Ira
M. A History of Islamic Societes. Vol.1. Cambridge: Cambridge University Press,
1988.
Buku
terjemahan
Nama
pengarang asli (dibalik). Judul buku, terj. nama penerjemah. Kota penerbit:
nama penerbit, tahun terbit.
Berger,
Arthur Asa. Media Analysis Techniques, terj. Setio Budi HH. Yogyakarta:
Penerbitan Universitas Atma Jaya, 2000.
Kamus
Nama
pengarang kamus (dibalik). Judul kamus. Kota penerbit: nama penerbit, tahun
terbit.
Bagus,
Lorens. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994.
Artikel dari
sebuah buku antologi
Nama
pengarang artikel (dibalik). ”Judul artikel,” Judul buku, ed. nama editor. Kota
penerbit: nama penerbit, tahun terbit.
Alam, Rudi
Harisyah. “Perspektif Pasca-Modernisme dalam Kajian Keagamaan,” Kajian
Keagamaan dalam Tradisi Baru Penelitian Agama Islam Tinjauan Antardisiplin
Ilmu, eds. Prof. Dr. Mastuhu, M.Ed., M.
Deden Ridwan. Bandung: Penerbit Nuansa dan PUSJARLIT, 1998.
Perhatian:
jika editor satu orang maka menggunakan singkatan ed., namun jika editor dua
orang atau lebih menggunakan singkatan eds.
Artikel dari
sebuah jurnal/majalah ilmiah
Nama
pengarang artikel (dibalik). ”Judul artikel,” Nama jurnal/majalah ilmiah, edisi
jurnal (bulan terbit, tahun terbit), halaman.
Hidayat,
Dedy N. "Paradigma dan Perkembangan Penelitian Komunikasi," Jurnal
Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, II
(Oktober, 1998), hal. 32-43.
Perhatian:
halaman yang dimaksud di daftar pustaka ini adalah halaman dari awal sampai
akhir tempat artikel berada dalam jurnal/majalah ilmiah, bukan halaman yang
dikutip.
Artikel dari
koran/majalah
Nama
pengarang artikel (dibalik). ”Judul artikel,” Nama media, tanggal dan tahun
terbit.
Fukuyama,
Francis. “Benturan Islam dan Modernitas,” Koran Tempo, 22 November 2001.
Berita
koran/majalah
”Judul
berita,” Nama media, tanggal dan tahun terbit.
“Islam di AS
Jadi Agama Kedua,” Republika, 10 September 2002.
Skripsi/Tesis/Disertasi
yang belum diterbitkan
Nama penulis
(dibalik). ”Judul skripsi/tesis/disertasi.” Level karya, fakultas dan
universitas, nama kota, tahun terbit.
Nazaruddin,
Muzayin. “War Against Terrorism: Critical Discourse Analysis.” Skripsi Sarjana,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret, Surakarta,
2004.
Makalah
seminar yang tidak diterbitkan
Nama penulis
(dibalik). ”Judul makalah.” Forum penyampaian makalah, penyelenggara seminar,
nama kota, tahun.
Nazaruddin,
Muzayin. “Dua Tipe Perempuan dalam Film dan Sinetron Mistik Indonesia.” Makalah
disampaikan dalam Temu Ilmiah Nasional, Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia, Jakarta, 2007.
Dokumen yang
tidak diterbitkan
Lembaga yang
mengeluarkan dokumen. Nama dokumen. Nama kota, tanggal dan tahun dikeluarkan
dokumen.
U.S.
Department of Foreign Affairs. Testimony by John. J. Maresca, Vice President
International Relations Unocal Corporation to House Committee on International
Relations Subcommittee on Asia and The Pacific. Washington D.C., 12 February
1998.
Artikel di
internet
Nama penulis
(dibalik). ”Judul artikel.” Alamat lengkap internet (waktu akses).
McChesney,
Robert. “Rich Media Poor Democracy.”
www.thirdworldtraveler.com/Robert_McChesney_page.html (akses 16 Agustus 2006).
”Judul
artikel.” Alamat lengkap internet (waktu akses).
“Pengelolaan
Bencana: Pengelolaan Kerentanan Masyarakat.” www.walhi.or.id/kampanye/bencana
(akses 17 Agustus 2006).
[1] David
Barrat, Media Sociology (London and New York: Routledge, 1994), hal. 273.
[2] Hubert
L. Dreyfus, Paul Rabinow, Beyond Structuralism and Hermeneutics (Chicago:
University of Chicago Press, 1982), hal. 72 - 76.
[3] Idi
Subandi Ibrahim, et al., Hegemoni Budaya (Yogyakarta: Bentang, 1997), hal. 52 -
54.
[4]
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (rev.ed.; Bandung: Remaja Rosdakarya,
2003), hal. 55.
[5] Ira M.
Lapidus, A History of Islamic Societes (Vol.1; Cambridge: Cambridge University
Press, 1988), hal. 131.
[6] Arthur
Asa Berger, Media Analysis Techniques, terj. Setio Budi HH. (Yogyakarta:
Penerbitan Universitas Atma Jaya, 2000), hal. 44 – 45.
[7] Lorens
Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), hal. 595.
[8] Rudi
Harisyah Alam, “Perspektif Pasca-Modernisme dalam Kajian Keagamaan,” Kajian
Keagamaan dalam Tradisi Baru Penelitian Agama Islam Tinjauan Antardisiplin
Ilmu, eds. Prof. Dr. Mastuhu, M.Ed., M.
Deden Ridwan (Bandung: Penerbit Nuansa dan PUSJARLIT, 1998), hal. 67-77.
[9] Dedy N.
Hidayat, "Paradigma dan Perkembangan Penelitian Komunikasi," Jurnal
Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, No.
2 (Oktober, 1998), hal. 25-26.
[10] Francis
Fukuyama, “Benturan Islam dan Modernitas,” Koran Tempo, 22 November, 2001, hal.
4.
[11] “Islam
di AS Jadi Agama Kedua,” Republika, 10 September, 2002, hal. 6.
[12] Muzayin
Nazaruddin, “War Against Terrorism: Critical Discourse Analysis,” (Skripsi
Sarjana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret,
Surakarta, 2004), hal. 205.
[13] Muzayin
Nazaruddin, “Dua Tipe Perempuan dalam Film dan Sinetron Mistik Indonesia,”
(Makalah disampaikan dalam Temu Ilmiah Nasional, Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia, Jakarta, 26 – 28 Juni, 2007).
[14] U.S.
Department of Foreign Affairs, Testimony by John. J. Maresca, Vice President
International Relations Unocal Corporation to House Committee on International
Relations Subcommittee on Asia and The Pacific (Washington D.C., 12 February,
1998).
[15] Robert
McChesney, “Rich Media Poor Democracy,”
www.thirdworldtraveler.com/Robert_McChesney_page.html (akses 16 Agustus 2006).
[16]
“Pengelolaan Bencana: Pengelolaan Kerentanan Masyarakat,”
www.walhi.or.id/kampanye/bencana (akses 17 Agustus 2006).
[17]
Samijan, wawancara dengan penulis, 11 November 2006.
[18] Karl
Marx, Selected Writings in Sociology and Social Philosophy, eds. T.B. Bottomore
and Maximilien Rubel (New York: McGraw-Hill, 1964), hal. 78, seperti dikutip
oleh Arthur Asa Berger, Media Analysis Techniques, terj. Setio Budi HH.
(Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma Jaya, 2000), hal. 44 – 45.
[19] Arthur
Asa Berger, Media Analysis Techniques, terj. Setio Budi (Yogyakarta: Penerbitan
Universitas Atma Jaya, 2000), hal. 44 – 45.
[20] Arthur
Asa Berger, Media Analysis Techniques, terj. Setio Budi (Yogyakarta: Penerbitan
Universitas Atma Jaya, 2000), hal. 44 – 45. Cukup jelas, Marx menawarkan
gagasan bahwa ide-ide atau gagasan pada suatu masa adalah yang disebarluaskan
dan dipopulerkan oleh kelas berkuasa sesuai kepentingannya. Kelas penguasa itu,
seperti ditegaskan Marx, merupakan pemikir, pemproduksi ide sekaligus mengatur
distribusi idenya. Dalam hal produksi dan penyebarluasan ide inilah kita bisa
mengurai saling keterkaitan antara kelas penguasa, ideologi, wacana dan media.
[21] R.P.
Hardt, The Sound of Leadership: Presidential Communication in the Modern-Age
(Chicago: Chicago University Press, 1987), hal. 61.
[22] Pada
dasarnya tiap pemimpin politik selalu menciptakan bahasa politik yang menjadi
kekuatan utama konsolidasi simbolik dalam rangka mendukung politik dijalankan
serta meneguhkan ideologi kekuasaan. Dalam sebuah studinya mengenai pidato
kemenangan presiden di Amerika, Corcohan menunjukkan bahwa tiap presiden
ternyata mempunyai gaya bahasa serta strategi wacana yang berbeda. Lihat lebih
jauh di R.P. Hardt, The Sound of Leadership: Presidential Communication in the
Modern-Age (Chicago: Chicago University Press, 1987), hal. 61.
[23] David
Barrat, Media Sociology (London and New York: Routledge, 1994), hal. 51-52.
Lihat juga Janet Wollacott, “Message and Meanings”, dalam Culture, Society and
the Media, eds. Michael Gurevitch, James Curran and James Wollacott (London:
Methuen, 1982), hal. 109.
[24]
Keberpihakan media akan menampilkan kelompok dominan dalam pemberitaan. Lebih
jauh, media bukan hanya alat bagi ideologi dominan, tetapi juga memproduksi
ideologi dominan itu sendiri. Lihat David Barrat, Media Sociology (London and
New York: Routledge, 1994), hal. 51-52. Lihat juga Janet Wollacott, “Message
and Meanings”, dalam Culture, Society and the Media, eds. Michael Gurevitch,
James Curran and James Wollacott (London: Methuen, 1982), hal. 109.