“Kekerasan Sebagai Budaya”
Jika merunut pada
jejak-jejak leksikon sejarah kehidupan manusia, maka kita akan mendapati
kenyataan bahwa kekerasan (dalam bentuk apapun) telah mendampingi kehidupan
manusia sejak zaman dahulu. Bahkan bisa dikatakan bahwa usia kekerasan, baik
kekerasan individu maupun institusi, kekerasan fisik maupun bathin, serta
kekerasan model lainnya, adalah setua usia peradaban manusia itu sendiri.
Kekerasan terbukti telah
“merepotkan” umat manusia dengan segala konsekuensinya. Sejarah juga telah
mencatat bahwa konvensi mengenai hukum serta perundang-undangan tentang hukum
lainnya lahir ketika sebelumnya terjadi kekerasan yang tentunya mengganggu
kenormalan kehidupan manusia. Sebut saja Magna Charta, Bill of Rights versi
Inggris dan Amerika, Declaration des droits delhome et du Citoyen milik
Perancis, The Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi HAM) buatan PBB,
Deklarasi Kairo, serta kovenan-kovenan hukum lainnya, merupakan kesepakatan
yang berawal dari suatu kejadian atau aktifitas yang menyentuh aspek-aspek asasi
dalam kehidupan manusia, yaitu berupa akumulasi kekerasan-kekerasan.
Deskripsi singkat di atas
memastikan sebuah premis sebagai jawaban atas pertanyaan apakah benar kekerasan
telah membudaya dalam kehidupan kita? Jelas bahwa perkembangan zaman dengan
lahirnya istilah-istilah baru seperti globalisasi, modernisasi, dan
istilah-istilah lainnya tidak mampu menggeser kekerasan dari ranah kehidupan
sosial manusia. Kekerasan intelektual, kekerasan ekonomi, kekerasan dalam
bidang agama, dan kekerasan-kekerasan lainnya seakan-akan memiliki “hak paten”
untuk hidup dan berkembang bersama manusia. Beberapa fenomena kekerasan yang
terjadi menunjukkan bahwa kekerasan seakan-akan “memproklamirkan” diri sebagai
salah satu unsur yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Disadari
atau tidak, kehidupan memang selalu berkaitan dengan hal-hal yang kontradiktif,
dan kekerasan termasuk di dalamnya.
Pembahasan-pembahasan selanjutnya
tentang pertanyaan tadi mengerucut pada satu kongklusi bahwa kekerasan memang
telah membudaya dalam kehidupan manusia. Analogi bebasnya adalah bahwa awalnya
kekerasan itu hanyalah berbentuk segumpal darah, kemudian berkembang menjadi
ceceran-ceceran yang merasuk ke berbagai aspek kehidupan manusia, kemudian
membeku menjadi seonggok daging sebagai fenomena. Itulah bentuk proses
kekerasan terjadi.
Kesimpulan bahwa kekerasan telah
membudaya dalam rantai kehidupan manusia memiliki alasan sebagai berikut:
a. Deskripsi singkat di atas menggambarkan
bahwa kekerasan melekat dalam kehidupan manusia sebagai konsekuensi dari
kehidupan berkomunitas (mengarah pada Teori Konflik)
b. Kepingan-kepingan fenomena yang terjadi
di sekita kita merupakan bukti bahwa kekerasan telah menjadi sebuah paradigma
beberapa kalangan. Kasus korupsi Gayus Tambunan merupakan contoh kekerasan
ekonomi, inequality dalam bidang pendidikan mewakili kekerasan intelektual,
KDRT dan penyiksaan PRT adalah contoh riil dari kekerasan hak asasi, dan masih
banyak lagi fenomena-fenomena lainnya. Kekerasan-kekerasan tadi bukanlah yang
pertama dalam perjalanan kehidupan kita, akan tetapi merupakan ulangan dari
fenomena kekerasan sejenis sebelumnya. Maka bukanlah sebuah kekeliruan jika
kita menyimpulkan bahwa status kekerasan bukan lagi sebatas wacana atau
fenomena biasa tetapi telah menjelma menjadi sebuah kebudayaan yang masih
“terpelihara”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar