Korupsi sudah menjadi budaya bangsa
kita tercinta
Karena sudah menjadi budaya bangsa, maka untuk menghilangkan
budaya korupsi ini, butuh sebuah gerakan antikorupsi dari intern pemerintah
maupun pengawasan dari luar dengan pendekatan peri-kemanusiaan.
Kita tidak sedang membicarakan mega korupsi yang menggeret
banyak pejabat publik, pejabat partai politik, penyelenggara negara, hingga
aparatur pemeritah dan swasta, tidak juga membicarakan strategi, kebijakan
politik tingkat tinggi yang sulit diterapkan hingga di tingkat daerah. Apalagi
membahas hukuman yang layak bagi para koruptor. Apakah hukuman mati, penjara
seumur hidup maupun pemiskinan harta.
Ini hanya pandangan awam warga negara biasa yang
menginginkan bangsa kita berubah menjadi lebih baik di segala bidang.
Menghukum mati para koruptor bukanlah solusi, jika itu
dilakukan, habislah seluruh pejabat di negeri ini, menghukum penjara para
koruptor, harus berapa banyak kita harus membangun penjara baru untuk menampung
mereka.
Langkah pencegahan dan penanggulangan dengan pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) bisa menjadi solusi tepat gerakan
antikorupsi yang ber-perikemanusiaan untuk memaksakan pelaksanaan transparansi
dan akuntabilitas dalam jalannya pemerintahan dalam segala aspek.
Pertama, apa yang akan terjadi jika nilai barang/jasa dalam
“Standarisasi harga pengadaan barang/jasa kebutuhan pemerintah” yang biasanya
dituangkan dalam sebuah peraturan bupati, peraturan gubernur ataupun peraturan
menteri diindikasikan sudah tidak bisa dijadikan standar lagi? Harga barang
terindikasi sudah dimark-up dengan menambahkan biaya taktis dan biaya
lain-lain.
Sedangkan perencanaan belanja barang/jasa didasarkan pada
“Standarisasi” tersebut? Perencanaan yang benarpun bisa menjadi salah.
Dalam hal ini, terobosan LKPP dalam membuat sistem e-catalog
dan e-purchasing perlu didukung penuh oleh semua pihak. Pada saat ini barang
keperluan pemerintah yang telah bisa dibeli melalui e-catalog adalah pengadaan
obat, alat kesehatan, PP Sheet, mesin pertanian, hot-mix, ready-mix, kendaraan
bermotor , Internet service provider (ISP), serta peralatan berat. Namun,
selain itu masih banyak sekali barang yang belum masuk kedalam e-catalog.
Peralatan komputer, bahan bangunan, alat tulis & peralatan kantor, percetakan,
pertambangan, peralatan pendidikan, buku cetak dan lain-lain masih perlu di
dorong langkah percepatannya sehingga semakin lengkap dengan prioritas barang
yang terindikasi sering terkena mark-up.
Transparansi keuangan dan anggaran sangat mudah dilaksanakan
dengan bantuan teknologi informasi dan telekomunikasi, tinggal bagaimana
kebijakan dan regulasi mau mendukung atau tidak transparansi tersebut. Biarkan
masyarakat bangsa ini ikut mengontrol dan mengawasi jalannya kepemerintahan.
Sesuai dengan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP), semua
rencana kegiatan dan biaya, termasuk DPA (Dokumen Palaksanaan Anggaran) yang
didalamnya terdapat rincian biaya kegiatan, mulai daerah sampai pusat, termasuk
“Informasi yang wajib tersedia setiap saat” sehingga wajib
diumumkan, dan sebaiknya diunggah di website resmi
pemerintah. Hal itu bisa menjadi solusi transparansi keuangan dan anggaran.
Biarkan masyarakat memelototi dan mengawasi satu persatu semua kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah.
Tidak perlu biaya besar dan SDM ber-keahlian tinggi untuk
melakukannya. Tinggal ditunjuk seorang pegawai untuk scan seluruh DPA dan
seorang untuk mengunggah ke website resmi pemerintah, harga peralatan scan
dokumen bahkan tidak lebih dari 10 juta. Seribu lembar halaman DPA pun tidak
sampai setengah hari selesai dikerjakan. Namun efeknya? Pasti luar biasa.
Perjalanan dinas fiktif seperti perjalanan dinas 2 orang
yang dilaporkan sebanyak 5 orang, serta yang sudah sering diliput sebuah TV
swasta, aparatur pemerintah bisa memesan tiket pesawat maupun hotel, palsu
namun sangat terlihat asli, cap stempel instansi terkait pun bisa kita buat
dengan mudah di kaki-kaki lima pinggir jalan raya sudah cukup untuk menjadi
bukti perjalanan dinas yang bisa dikorupsi.
Memaksimalan penggunaan TIK misalkan saja sinkronisasi
seluruh absensi digital finger-print di seluruh instansi se-indonesia, bisa di
gabungkan dengan sebuah sistem webbase yang bisa dikelola oleh kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan & RB). Sehingga
setiap perjalanan dinas keseluruh Indonesia bisa diklarifikasi dengan absensi
digital kedatangan aparatur pemerintahan ke instansi tujuan. Ajak juga
hotel-hotel untuk ikut berpartisipasi dengan sistem tersebut dengan imbalan
pengurangan pajak dan retribusi.
Selain itu, yang perlu mendapat perhatian lebih adalah
peningkatan kualitas penyedia barang/jasa pemerintah, jangan sampai terjadi
lagi pemenang tender bernilai triliun rupiah ternyata lokasi kantornya ada pada
sebuah ruko.
Sebuah simalakama, pemerintah berusaha meningkatkan jumlah
UMKM, namun jika yang dikejar masih kuantitas, sedangkan kualitas dibiarkan
terlupakan. Pembuatan SIUP & TDP digratiskan, dipermudah perijinannya.
Bagus. Namun secara awam pula, mungkinkah sebuah perusahaan bisa melakukan semua
bidang usaha, misalnya saja mulai bidang komputer, kontraktor bangunan, mulai
bangunan jembatan, bandara, pelabuhan, jalan, percetakan, pertambangan,
peralatan pertanian & perkebunan, catering, perikanan, peternakan, garment,
kendaraan bermotor, obat-obatan & alat kesehatan, alkom, advertising,
perbengkelan, mekanikal, pelayaran, sedangkan perusahaan itu hanya dijalankan
dalam sebuah ruangan berukuran 4x6 meter, modal hanya 200 juta saja? Sedangkan
pegawainya hanya istri dan keponakan? Sangat tidak realistis.
Bagaimana pengadaan
barang/jasa pemerintah bisa berkualitas?
Jika SIUP & TDP dipermudah & gratis, tetaplah
kedepankan kualitas penyedia barang/jasa. Cek & survey lapangan perusahaan
yang akan diijinkan, cocokkan SDM dengan bidang usaha yang dijalankan, punyakah
fasilitas yang memadai untuk bidang usahanya dan kecukupan modalnya.
Semoga Indonesia
semakin maju dan tetap jaya !!