Senin, 30 Juni 2014

Korupsi sudah menjadi budaya bangsa kita tercinta

Korupsi sudah menjadi budaya bangsa kita tercinta

Karena sudah menjadi budaya bangsa, maka untuk menghilangkan budaya korupsi ini, butuh sebuah gerakan antikorupsi dari intern pemerintah maupun pengawasan dari luar dengan pendekatan peri-kemanusiaan.
Kita tidak sedang membicarakan mega korupsi yang menggeret banyak pejabat publik, pejabat partai politik, penyelenggara negara, hingga aparatur pemeritah dan swasta, tidak juga membicarakan strategi, kebijakan politik tingkat tinggi yang sulit diterapkan hingga di tingkat daerah. Apalagi membahas hukuman yang layak bagi para koruptor. Apakah hukuman mati, penjara seumur hidup maupun pemiskinan harta.
Ini hanya pandangan awam warga negara biasa yang menginginkan bangsa kita berubah menjadi lebih baik di segala bidang.
Menghukum mati para koruptor bukanlah solusi, jika itu dilakukan, habislah seluruh pejabat di negeri ini, menghukum penjara para koruptor, harus berapa banyak kita harus membangun penjara baru untuk menampung mereka.
Langkah pencegahan dan penanggulangan dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) bisa menjadi solusi tepat gerakan antikorupsi yang ber-perikemanusiaan untuk memaksakan pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas dalam jalannya pemerintahan dalam segala aspek.
Pertama, apa yang akan terjadi jika nilai barang/jasa dalam “Standarisasi harga pengadaan barang/jasa kebutuhan pemerintah” yang biasanya dituangkan dalam sebuah peraturan bupati, peraturan gubernur ataupun peraturan menteri diindikasikan sudah tidak bisa dijadikan standar lagi? Harga barang terindikasi sudah dimark-up dengan menambahkan biaya taktis dan biaya lain-lain.
Sedangkan perencanaan belanja barang/jasa didasarkan pada “Standarisasi” tersebut? Perencanaan yang benarpun bisa menjadi salah.
Dalam hal ini, terobosan LKPP dalam membuat sistem e-catalog dan e-purchasing perlu didukung penuh oleh semua pihak. Pada saat ini barang keperluan pemerintah yang telah bisa dibeli melalui e-catalog adalah pengadaan obat, alat kesehatan, PP Sheet, mesin pertanian, hot-mix, ready-mix, kendaraan bermotor , Internet service provider (ISP), serta peralatan berat. Namun, selain itu masih banyak sekali barang yang belum masuk kedalam e-catalog. Peralatan komputer, bahan bangunan, alat tulis & peralatan kantor, percetakan, pertambangan, peralatan pendidikan, buku cetak dan lain-lain masih perlu di dorong langkah percepatannya sehingga semakin lengkap dengan prioritas barang yang terindikasi sering terkena mark-up.
Transparansi keuangan dan anggaran sangat mudah dilaksanakan dengan bantuan teknologi informasi dan telekomunikasi, tinggal bagaimana kebijakan dan regulasi mau mendukung atau tidak transparansi tersebut. Biarkan masyarakat bangsa ini ikut mengontrol dan mengawasi jalannya kepemerintahan.
Sesuai dengan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP), semua rencana kegiatan dan biaya, termasuk DPA (Dokumen Palaksanaan Anggaran) yang didalamnya terdapat rincian biaya kegiatan, mulai daerah sampai pusat, termasuk “Informasi yang wajib tersedia setiap saat” sehingga wajib
diumumkan, dan sebaiknya diunggah di website resmi pemerintah. Hal itu bisa menjadi solusi transparansi keuangan dan anggaran. Biarkan masyarakat memelototi dan mengawasi satu persatu semua kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah.
Tidak perlu biaya besar dan SDM ber-keahlian tinggi untuk melakukannya. Tinggal ditunjuk seorang pegawai untuk scan seluruh DPA dan seorang untuk mengunggah ke website resmi pemerintah, harga peralatan scan dokumen bahkan tidak lebih dari 10 juta. Seribu lembar halaman DPA pun tidak sampai setengah hari selesai dikerjakan. Namun efeknya? Pasti luar biasa.
Perjalanan dinas fiktif seperti perjalanan dinas 2 orang yang dilaporkan sebanyak 5 orang, serta yang sudah sering diliput sebuah TV swasta, aparatur pemerintah bisa memesan tiket pesawat maupun hotel, palsu namun sangat terlihat asli, cap stempel instansi terkait pun bisa kita buat dengan mudah di kaki-kaki lima pinggir jalan raya sudah cukup untuk menjadi bukti perjalanan dinas yang bisa dikorupsi.
Memaksimalan penggunaan TIK misalkan saja sinkronisasi seluruh absensi digital finger-print di seluruh instansi se-indonesia, bisa di gabungkan dengan sebuah sistem webbase yang bisa dikelola oleh kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan & RB). Sehingga setiap perjalanan dinas keseluruh Indonesia bisa diklarifikasi dengan absensi digital kedatangan aparatur pemerintahan ke instansi tujuan. Ajak juga hotel-hotel untuk ikut berpartisipasi dengan sistem tersebut dengan imbalan pengurangan pajak dan retribusi.
Selain itu, yang perlu mendapat perhatian lebih adalah peningkatan kualitas penyedia barang/jasa pemerintah, jangan sampai terjadi lagi pemenang tender bernilai triliun rupiah ternyata lokasi kantornya ada pada sebuah ruko.
Sebuah simalakama, pemerintah berusaha meningkatkan jumlah UMKM, namun jika yang dikejar masih kuantitas, sedangkan kualitas dibiarkan terlupakan. Pembuatan SIUP & TDP digratiskan, dipermudah perijinannya. Bagus. Namun secara awam pula, mungkinkah sebuah perusahaan bisa melakukan semua bidang usaha, misalnya saja mulai bidang komputer, kontraktor bangunan, mulai bangunan jembatan, bandara, pelabuhan, jalan, percetakan, pertambangan, peralatan pertanian & perkebunan, catering, perikanan, peternakan, garment, kendaraan bermotor, obat-obatan & alat kesehatan, alkom, advertising, perbengkelan, mekanikal, pelayaran, sedangkan perusahaan itu hanya dijalankan dalam sebuah ruangan berukuran 4x6 meter, modal hanya 200 juta saja? Sedangkan pegawainya hanya istri dan keponakan? Sangat tidak realistis.
Bagaimana pengadaan barang/jasa pemerintah bisa berkualitas?
Jika SIUP & TDP dipermudah & gratis, tetaplah kedepankan kualitas penyedia barang/jasa. Cek & survey lapangan perusahaan yang akan diijinkan, cocokkan SDM dengan bidang usaha yang dijalankan, punyakah fasilitas yang memadai untuk bidang usahanya dan kecukupan modalnya.

Semoga Indonesia semakin maju dan tetap jaya !!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar